Bicara mengenai Korea Selatan, mungkin Anda segera terpikir dengan reputasi industri selingan, berkilaunya dunia malam, atau hebatnya tehnologi asal negeri ini.
Agen bola terpercaya Tetapi, siapa kira, Negeri Ginseng yang populer maju di Asia itu sebelumnya sempat memiliki status sebagai negara miskin. Pucuknya adalah pada 1945, saat Korsel baru mengatakan berdaulat selesai tiga dasawarsa terkuasai Jepang.
Walau sukses terlepas dari cengkeraman Negeri Sakura, keadaan di Korsel tidak langsung tenteram demikian saja. Malah, keadaan semakin menghangat karena mereka perlu lagi berperang menantang negara tetannganya, Korea Utara.
Perang dan Kemiskinan
Selang 5 tahun selesai memproklamirkan kemerdekaan, persisnya pada 25 Juni 1950, Korsel kembali mengusung senjatanya. Saat itu, negara sebagai antek Amerika ini berperang menantang Korut, yang ditunggangi Republik Masyarakat Tiongkok dan Uni Soviet.
Situs agen bola Perang Korea, demikian sebutannya, berjalan 3 tahun. Perselisihan yang minimal tewaskan 2 juta jiwa itu lalu capai persetujuan untuk lakukan gencatan senjata pada 27 Juli 1953.
Tidak hanya mempertaruhkan nyawa tidak berdosa, Perang Korea mengakibatkan ke-2 negara yang terturut jatuh miskin. Faksi Korut bisa disebut untung, karena mereka memperoleh kontribusi dari sekutunya.
8 tahun selesai perang saudara itu, Korut sukses mengembalikan kondisi negaranya, baik di bagian politik atau ekonomi. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran Uni Soviet dan Tiongkok, yang disokong peraturan pemerintahan dan mengembangnya industri di Korut.
Di lain sisi, Korsel hadapi permasalahan politik intern, satu diantaranya korupsi. Negara ini demikian tergantung pada kontribusi Amerika Serikat, hingga membuat ekonominya ketinggalan dari Korut.
7 tahun lama waktunya, atau sejak dari 1953 sampai 1960, tingkat perkembangan industri Korut demikian melejit. Bahkan juga, sampai melewati Korsel dengan rerata perkembangan capai 39 %.
Fenomena di Sungai Han
Walau sebelumnya sempat ketinggalan dari negara tetangganya, Korsel sukses bangun bahkan juga berkembang lebih cepat. Hal itu ternyata tidak lepas dari mekanisme perdagangan yang diyakini Korsel.
Seperti Amerika Serikat yang disebut sekutunya, Korsel mengaplikasikan mekanisme pasar liberal atau terbuka. Mekanisme itu membuat Korsel banyak menjalankan bisnis dengan beberapa negara lain, khususnya di bagian export.
Di lain sisi, Korut yang sebelumnya sempat pimpin kemajuan ekonomi, malah ketinggalan. Penyebabnya, negara tersebut berpedoman mekanisme ekonomi sosialis tertutup, hingga tidak banyak berhubungan atau menjalankan bisnis dengan negara lain.
Pasca-Uni Soviet roboh, persisnya pada 1994 sampai 1998, Korut diterpa pandemi kelaparan dan kritis ekonomi. Dengan peraturan ekonomi sekarang ini, sekitaran 60 % warga hidup dalam kemiskinan absolut.
Penghasilan rumah tangga mereka di bawah batas tertentu, hingga susah penuhi keperluan dasar. Dalam pada itu, seiring waktu berjalan, keadaan ekonomi Korsel semakin makin membaik.
Kemajuan ekonomi Korsel dari tahun 1952 sampai 2016 dikenali stilah ‘Miracle on the Han River’. Istilah itu dapat disimpulkan sebagai ‘Keajaiban di Sungai Han’. Diberi nama begitu karena diagram kemajuan ekonomi Korsel berwujud seperti Sungai Han.
Cinta Produk dalam Negeri
Salah satunya aspek khusus yang membuat Korsel sanggup berkembang ialah kontribusi dan hutang luar negeri dari AS dan Jepang. Hutang itu diteruskan ke keluarga konglomerat berbentuk utang, bantuan, dan kemudahan pajak.
Konglomerat yang disebutkan chaebol ini lalu meningkatkan usaha group mereka. Bisa dibuktikan, usaha mereka memberikan imbas positif pada ekonomi Korsel.
Sampai saat ini, Samsung, Hyundai Motor, SK, dan LG jadi empat group konglomerat yang berperanan banyak pada GDP Korsel. Bahkan juga, pada 2021, empat group ini menyumbangkan 778 triliun won untuk GDP Korsel, lepas dari pengurangan pemasaran karena wabah.
Pemerintahan Korsel tidak cuma fokus pada bidang ekonomi, tetapi pendidikan dan kenaikan kualitas manusia. Program ini juga sukses, bisa dibuktikan dengan angka literatur masyarakat Korsel yang capai lebih dari 97 %.
Selainnya terdidik, masyarakat Korsel dikenal juga benar-benar menyukai produk dalam negeri. Hal itu tercermin dalam tindakan mereka pada beberapa produk luar negeri; saat negara Asia lain sering mengagungkan produk luar negeri, orang Korsel malah cenderung lebih memilih produk bikinan negeri sendiri.